ini caraku memandangnya

Saya tak bisa menyebutkan nama sebenarnya.. Katakanlah namanya Yuriko, kami memanggilnya Yuri.. Gadis itu memiliki senyum yang manis dan bersahabat.. Penampilannya sederhana, tidak banyak bicara, dan sapaannya pun sangat lembut. Bisa dikatakan dia adalah satu dari sekian “mawar” di angkatanku saat duduk di bangku kuliah dulu..

Konon kabarnya Yuri berasal dari kota kembang, Bandung, yang sangat identik dengan gadis berparas manis dengan kulit yang super mulus.. Yuri ke Makassar karena lulus tes SPMB di Universitas Hasanuddin Makassar.. Kebetulan juga Yuri memiliki keluarga di Makassar dimana adalah salah seorang senior kami yang juga berkuliah di fakultas yang sama dengan kami ..

Dia menjadi pusat perhatian beberapa senior cowok di kampusku, bahkan salah satu dari mereka yang telah menjalin hubungan dengan seorang gadis di fakultas kedokteran, rela melepaskan sang kekasih demi Yuriko… Well.. Saya sangat maklum, meski tidak cerdas dan tidak menonjol dalam bidang akademik, tapi Yuri memiliki sejumlah kelebihan lain yang mampu menutupi kekurangannya itu..

Salah satunya yaitu keputusannya menutup auratnya dengan menggunakan jilbab.. Dia terlihat semakin ayu dibalik jilbabnya yang teduh.. Lantas saya berpikir, maka semua pria pun akan tertarik untuk memiliki si Yuri yang merupakan gambaran calon istri yang soleha.. Meski terlihat pendiam, tapi Yuri pun memiliki sahabat-sahabat dekat.. Mereka terlihat kompak, yahh layaknya saya dan sahabat-sahabatku juga..

Lalu.. Setelah melewati beberapa semester, saya mendengar kabar bahwa Yuriko lolos dalam tes pramugari haji untuk salah satu maskapai penerbangan.. Tidak hanya sahabat dekatnya, kami teman-teman se-angkatannya pun menyambut gembira kabar itu.. Banyak yang mengucapkan selamat kepada Yuri.. Secara yahh.. gaji pramugari cukup besar, apalagi di usia seperti kami yang saat itu masih sibuk berkutat dengan jadwal kuliah, transkrip nilai, dan final test..

Akibat kegiatan dan aktivitasnya sebagai pramugari mengakibatkan frekwensinya ke kampus semakin menurun.. Dia mulai sering bolos, dan akhirnya kami mendengar kabar dia mengambil cuti satu atau dua semester *Ve sudah lupa, satu atau dua semester yah ?* Sahabat-sahabatnya pun sudah jarang berkomunikasi dengannya.. Mereka bahkan terlibat konflik yang akhirnya membuat Yuri terkucilkan dari komunitasnya..

Masa cutinya belum selesai, namun ada kabar beredar bahwa Yuri akhirnya memutuskan untuk berhenti kuliah.. Mungkin Yuri sudah kehilangan motivator ke kempus, dia kehilangan sahabatnya yang senantiasa menjadi pelipur laranya.. Tapi saya berani bertaruh bahwa itu bukan kesalahn Yuri sepenuhnya, dan bukan juga kesalahan sahabat-sahabatnya.. Ini hanya masalah prinsip.. Bisa juga karena sudah tergiur dengan gaji yang banyak dan gaya hidup yang menyenangkan, sehingga dia tidak sanggup meninggalkan pekerjaan itu, meski itu adalah konsekwensi untuk dapat melanjutkan kuliah..

Yuri pernah sekali dua kali ke kampus ketika kami lagi sibuk-sibuknya menyusun laporan praktek lapang dan asistensi.. Saya sempat bertegur sapa dengannya, dan tak lupa menyunggingkan senyum sebagai tanda bahwa saya masih selalu menjadi temannya, agar dia tidak pernah merasa minder.. Merasa minder ?? Itu karena kabar miring yang santer terdengar di beberapa angkatan, apalagi angkatanku di fakultas kami... Berbagai gosip yang menceritakan keburukan dirinya menyebar luas, hingga bisa dikatakan namanya pun seakan "terhina", bagi sejumlah penghuni kampus yang merasa diri mereka bersih dari dosa..

Ada yang mengatakan bahwa gaya hidupnya sekarang sudah glamour, bergaul dengan sejumlah lelaki tidak jelas. Bahkan kain jilbab yang dulu terpasang rapi menutup auratnya dan hanya memperlihatkan wajah teduhnya, kini hilang entah kemana.. Namun saya tidak pernah melihatnya sebagai sesuatu yang buruk, karena tiap kali kami bertemu, yang ada hanya senyum dan sapaan persahabatan..

Hmmm... Saya tidak mengatakan kabar itu benar ataupun salah.. Namun andaikan semua gosip tentang keburukannya itu benar, Yuri pasti punya alasan.. Dan apapun alasan itu, saya yakin Yuri pun tau konsekwensinya.. Tugasku bukan untuk mengadili seorang Yuri… Saya pun hanya titipan di dunia ini dan tugasku menjaga orang lain yang juga adalah titipan Allah.. Agar kiranya kita saling menyadari bahwa kita tidak sendiri..

Saya lalu teringat beberapa cerita teman tentang diriku.. Cerita yang seolah mencemooh dan menghujatku…. Saat itu juga emosiku nyaris menjelma menjadi dendam.. Fiuuhhh.. Untungnya semua itu redam sembari istigfar kulafadzkan.. Dan saya sadar, saya tidak punya hak mengadili mereka.. Lebih baik kusyukuri diriku yang masih dikelilingi oleh cinta dan kasih sayang mereka yang benar-benar tau siapa diriku dan menerimaku apa adanya…

Beberapa minggu lalu, saat tengah makan siang di salah satu mall, dari jauh saya melihat Yuri yang berjalan dengan teman perempuannya.. Dia tetap manis, dengan penampilan yang emmm... mungkin agak sedikit berbeda, rambut pendek model bob, kemeja coklat tanpa lengan dipadukan dengan celana jeans biru.. Ingin rasanya teriak menyapanya, namun kami dipisahkan kaca yang tebal, dia terlihat asyik ngobrol sambil berlalu..

Sayapun tersenyum, dan kudoakan yang terbaik bagimu, teman.. Semoga dimanapun kita tersesat, akan selalu ada jalan untuk kembali..

31 July 2009
23:45 wita

di balik bangunan tua

Dua hari ini cukup berat buatku… Semua yang di kepalaku rasanya ingin kukeluarkan dengan satu teriakan di alam bebas, namun seperti biasa saya hanya mampu mengeluarkannya lewat isakan tangis yang semakin lama semakin mirip rengekan gadis kecil yang kehilangan boneka beruang putihnya..

Terlalu privasi untuk kubagi kepada kalian… Maaf.. Pagi ini sisa kesedihanku itu seperti diuji dengan peristiwa yang nyaris sama.. Ufff… Seandainya hujan yang menyapaku hari ini bisa menjadi temanku berbagi, rasanya ingin kuadukan semua keluh ini.. Ingin kubiarkan air mataku mengalir sederas nya yang turun membasahi kotaku pagi ini…

Saya hanya mampu menatap rintikan hujan dari balik jendela angkot dan menikmati hawanya lewat tiupan angin, berharap dapat menenangkan pikiranku yang kalut.. Tangisan itu sedikit lagi akan tumpah namun berusaha kutahan hingga tenggorokan ini tercekat, perih…

Bagi kalian yang tau kisah beratku dua hari terakhir ini, mungkin akan tergelak membaca tulisanku.. Mungkin kalian menganggap kisah ini hanya isapan jempol yang kupaparkan demi menarik perhatian.. Ataukah.. Hanya peristiwa ringan yang memang tidak bisa dihadapi gadis cengeng sepertiku…

Terserah..!! Saya tidak pernah peduli dengan apa yang kalian pikirkan tentangku.. Saya hanya peduli pada mereka yang ingin membagi bahunya untukku bersandar.. mereka yang ingin menyempatkan waktu sejenak untuk mendengarkanku dan tidak tertawa setelahnya.. Asas manfaat?? Tentu tidak! Kalian bisa belajar sesuatu dari apa yang terjadi padaku…

Sesampaiku di teras kantor, perdebatan dengan adikku, kembali terjadi lewat telepon selulerku.. Uggghhhh.. seandainya kuikuti emosiku yang kian menyulut, rasanya ingin kubanting benda itu agar percakapan terhenti.. Namun saya hanya berani mengakhiri pembicaraan secara sepihak.. Saya tak sanggup! Hehehe.. *mungkin kamu akan menuduhku mendramatisir keadaan lewat tulisan ini*

Saya mencoba mencari bala bantuan lewat sahabatku dan dia.. Tapi entahlah.. Sepertinya memang kalian susah merasakan apa yang saya rasakan.. Wajar koq… Tidak ada yang bisa mengerti orang yang berpikir dengan emosi meluap-luap sepertiku.. Setelah kuhabiskan beberapa menit di teras dengan mata sembab, saya putuskan mencari tempat aman di kamar kantor..

Kududuk di kursi kecil yang terletak di depan meja riasku.. Sambil melepaskan desahan panjang, saya menatap lekat cermin, dan tampak wajah lusuh dan tidak bersemangat itu… Dari sampingku, kurasakan udara dingin yang terus meniup wajahku seolah mencoba mencuri perhatianku, dan saya saya pun menoleh… Ternyata jendela ruangan ini terbuka lebar..

Seperti biasa, bangunan tua yang “telanjang” itu menarik perhatianku… Bentuknya memang nyata sebuah bangunan bertingkat dua, susunan batu bata rapi tanpa dibalut semen dan cat tembok, terlihat sangat jelas.. Canopy berbentuk setengah lingkaran yang mungkin dulunya dicat putih mulus, kini tertutup dengan jamur serta debu yang menempel sehingga terlihat usang dan kotor, begitupun pilar-pilarnya..

Sejumlah dedaunan kering kecoklatan seolah “menemani” nya sambil bergelantungan di sekitarnya… Sejenak saya berpikir.. Apakah rencana pemilik bangunan ini? Seandainya bangunan itu direnovasi, pasti akan terlihat megah, apik, dan indah, karena terhitung bangunan yang cukup besar… Tapi sama sekali tak ada jawaban yang kutemukan..

Bangunan itu tidak menarik sama sekali… Apalagi disekitarnya hanya barisan pohon kelapa dan beberapa jenis pohon lain yang tidak kuketahui pasti jenisnya.. Daun-daun pohon itu lebat berwarna hijau dan kekuningan.. Sekali lagi tidak menarik, dan begitulah pemandangan yang selalu kudapati dibalik jendela kamar ini, hampir setiap hari ketika akan menunaikan ibadahku serta melakukan rutinitas merias wajah..

Berkali-kali saya yakinkan diriku bahwa pemandangan itu tidak sedap.. Tidak artistic dan tidak ada nilai estetika sedikitpun.. *ceilehhh bahasanya, sudah kayak pakar seni dan desain interior-eksterior* Namun berkali-kali pula saya mengagumi pemandangan itu dalam hati kecilku, dan hingga saat ini nyaris menyita seluruh rasa kagumku…

Apalagi siang ini.. Dimana dinginnya angin menusuk hingga ke kulit tubuhku, dan mengalahkan terik matahari yang sering menemani rintikan hujan.. Pemandangan itu semakin indah.. Akhhhh.. Seketika semua rasa benci ini terabaikan, rasa sedih ini tak kuindahkan lagi.. Kucoba sampaikan pandangan mataku ini ke orang-orang yang kusayangi, berharap mereka tau, ada sesuatu yang indah dibalik semua keburukan itu..

Yappp.. Sesuatu yang indah dibalik keburukan itu.. Dannn saya berpikir.. Mungkin disitulah Pemilik Kehidupan ini menyimpan nikmatnya harta yang tak dapat dibeli dengan uang dari jenis mata uang manapun.. Keindahan yang dia simpan rapi, yang kerap manusia cari dengan menggali alam ini, dengan menggunakan teknologi canggih demi menciptakannya, dengan mengubek-ubek semua toko dan pusat perbelanjaan..

Ini hanya satu dari sekian yang tidak pernah kusadari… Bahwa Dia menegurku dengan cara yang benar-benar indah hari ini, meski risau ini ada, namun terlalu naif apabila saya tidak mengakui keindahan di depan mataku ini.. Terlalu naif karena selalu bercerita tentang kesedihan, padahal Dia tidak pernah jauh dariku.. Meski dua belas warna dan tujuh purnama kulewati… Meski ada yang telah berubah…

14 Juli 2009
23:26 wita