Kedua adik perempuanku yang saya banggakan, telah mengikuti Ujian Masuk Bersama, UMB, yang diselenggarakan oleh kurang lebih 5 Perguruan Tinggi Negeri (PTN), salah satunya Universitas Hasanuddin (UNHAS). Debi dan Desi... Sekilas saat mendengar nama mereka, seperti anak kembar yah... Hehehe.. Padahal Debi lebih tua dari Desi. Meskipun ini adalah tahun kedua untuk Debi, karena tahun sebelumnya dia belum beruntung.. Mereka begitu bersemangat mengikuti UMB kali ini.. Semua terlihat dari semangat mereka bangun pagi dan mengorbankan waktu liburan mereka.. Semuanya diisi dengan kegiatan ”bimbel” alias bimbingan belajar, try out, dan lain-lain yang berbau mata pelajaran fisika, matematika, bahasa Indonesia, bahasa Inggris, sejarah, dll.
Hummmm... UMB sendiri sepertinya program seleksi baru yang digelar oleh PTN sebelum melaksanakan Seleksi Nasional Mahasiswa Perguruan Tinggi Negeri, SNM-PTN, yang dulunya dikenal dengan Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Entah itu artinya memberi peluang lebih besar buat calon mahasiswa, ataukah hanya salah satu cara untuk menambah uang saku panitia penyelenggara. Saya sudah bisa membayangkan besarnya harapan ribuan peserta agar dapat lulus di PTN pilihan mereka, Universitas Hasanuddin misalnya. Salah satu universitas kebanggaan di Makassar, tapi itu dulu.. Perlahan.. nilai kebanggaan itu terkikis oleh mereka yang ada di dalamnya. Namun hal tersebut tidak menciutkan semangat calon mahasiswa untuk menuntut pendidikan di sana, diantaranya Debi dan Desi.
Mulai dari pengambilan formulir, buat pas foto, memilah-milih jurusan dan mencoba terampil menentukan fakultas yang pas agar bisa lulus di UNHAS, yahhh biassalah passing grade yang tinggi coba disandingkan dengan yang rendah agar ada peluang untuk salah satunya, yang penting bisa kuliah... Hehehe...
Saya jadi ingat pertama kali saya akan mengikuti SPMB. Teman-teman SMAku sudah pada sibuk memilih tempat kost di Jakarta, Surabaya, dan Bandung... Hahhh.. Saya masih berkutat dengan jadwal “bimbel” yang padat ditambah dengan buku latihan yang tebal, kalo dipake tabok maling, pasti pingsan. Sebenarnya saya juga ingin mengadu nasib seperti teman-temanku... merantau ke luar kota.... Hahhhh tapi gara-gara isu narkoba, pergaulan bebas, AIDS, dll, membuat mama dan papa tidak mengijinkanku, dan itupun dialami ketiga adikku, sekali lagi karena ketakutan yang sama....
Saat itu kegiatan “bimbel” menjadi sebuah trend bagi mereka yang ingin masuk PTN. Istilahnya gini nih.. Jangan ngaku gaul deh kalo gak “bimbel”, itu yang saya amati dari teman-teman di tempat “bimbel”ku. Kegiatan tersebut bukan hanya sebagai media buat kita untuk belajar lebih giat dan punya peluang besar untuk lulus, yah untuk mereka yang disebut “kutu buku” okelah.. Tapi buat mereka yang acuh tak acuh dengan masa depannya, kegiatan itu hanya sebagai ajang ngumpul, nyari cewek/cowok, gaya-gayaan, dsb.
Saya juga sempat bolak balik UNHAS untuk mengambil dan mengembalikan formulir... astaga... “kampus ini koq seperti hutan belantara yah?”, yahhh ujarku dalam hati saat memasuki gerbang UNHAS, itupun saya belum sadar kalau sudah melewati gerbangnya sampai akhirnya sepupuku yang menyadarkanku. Kawasannya rindang, saya agak segan juga memasuki kampus itu, mengingat itu adalah salah satu PTN terbesar. Dengan memanjatkan doa dan harapan, saya meniatkan untuk bisa menuntut pendidikan di tempat itu.
Sampai akhirnya tiba juga saat yang dinanti, pelaksanaan SPMB. Saat itu lokasiku di sebuah Sekolah Dasar (SD)... eumm.. maaf pembaca.. saya lupa namanya... Ukuran meja dan kursinya kecil, hanya diperuntukkan untuk anak-anak umur 12 tahun ke bawah.. Lantas... Mengapa mereka menjadikan sekolah ini sebagai salah satu tempat pelaksanaan SPMB. Belum lagi toiletnya yang.... aduhhhh.... dapat kugambarkan... tempatnya itu seperti gua kecil, gelap, penuh sarang laba-laba, dan tak terurus sejak 3 bulan yang lalu. Sepintas dibenakku... “bagaimana adik-adik yang menuntut pendidikan di sini? Apakah mereka sudah terbiasa? Ataukah dipaksa untuk membiasakan diri?”
Dua hari pelaksanaan SPMB kulewati dengan kesulitan menjawab soal karena kursi dan meja yang tidak nyaman... serta penderitaan menahan hasrat ingin pipisku... Bahkan... Karena saya tidak mampu menahan, saya sempat memberanikan diri buang air kecil di toko sebelah SD tersebut, daripada jadi penyakit.. Dengan wajah lugu... (Betulanka kodong, saya pasang memang tong wajah luguku), saya minta izin sama pemilik toko, syukurlah jurusku berhasil, wajah lugu dengan trik beli satu permen... Hehehe...
Yahhh.... Kurang lebih 4 tahun yang lalu, semua itu begitu berat.... saya harus menelan ludah dan menerima kenyataan bahwa hanya bisa lulus di pilihan kedua..... Berat karena, itu semua bukan keinginan kedua orang tuaku..... Namun saat ini, saat dimana saya telah menyelesaikan semua itu, saat dimana saya mulai mendaki gunung yang lain, mulai menyelami samudera yang berbeda.... Saat dimana nantinya semua itu menjadi kebanggaan... Aminn...
Hummmm... UMB sendiri sepertinya program seleksi baru yang digelar oleh PTN sebelum melaksanakan Seleksi Nasional Mahasiswa Perguruan Tinggi Negeri, SNM-PTN, yang dulunya dikenal dengan Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Entah itu artinya memberi peluang lebih besar buat calon mahasiswa, ataukah hanya salah satu cara untuk menambah uang saku panitia penyelenggara. Saya sudah bisa membayangkan besarnya harapan ribuan peserta agar dapat lulus di PTN pilihan mereka, Universitas Hasanuddin misalnya. Salah satu universitas kebanggaan di Makassar, tapi itu dulu.. Perlahan.. nilai kebanggaan itu terkikis oleh mereka yang ada di dalamnya. Namun hal tersebut tidak menciutkan semangat calon mahasiswa untuk menuntut pendidikan di sana, diantaranya Debi dan Desi.
Mulai dari pengambilan formulir, buat pas foto, memilah-milih jurusan dan mencoba terampil menentukan fakultas yang pas agar bisa lulus di UNHAS, yahhh biassalah passing grade yang tinggi coba disandingkan dengan yang rendah agar ada peluang untuk salah satunya, yang penting bisa kuliah... Hehehe...
Saya jadi ingat pertama kali saya akan mengikuti SPMB. Teman-teman SMAku sudah pada sibuk memilih tempat kost di Jakarta, Surabaya, dan Bandung... Hahhh.. Saya masih berkutat dengan jadwal “bimbel” yang padat ditambah dengan buku latihan yang tebal, kalo dipake tabok maling, pasti pingsan. Sebenarnya saya juga ingin mengadu nasib seperti teman-temanku... merantau ke luar kota.... Hahhhh tapi gara-gara isu narkoba, pergaulan bebas, AIDS, dll, membuat mama dan papa tidak mengijinkanku, dan itupun dialami ketiga adikku, sekali lagi karena ketakutan yang sama....
Saat itu kegiatan “bimbel” menjadi sebuah trend bagi mereka yang ingin masuk PTN. Istilahnya gini nih.. Jangan ngaku gaul deh kalo gak “bimbel”, itu yang saya amati dari teman-teman di tempat “bimbel”ku. Kegiatan tersebut bukan hanya sebagai media buat kita untuk belajar lebih giat dan punya peluang besar untuk lulus, yah untuk mereka yang disebut “kutu buku” okelah.. Tapi buat mereka yang acuh tak acuh dengan masa depannya, kegiatan itu hanya sebagai ajang ngumpul, nyari cewek/cowok, gaya-gayaan, dsb.
Saya juga sempat bolak balik UNHAS untuk mengambil dan mengembalikan formulir... astaga... “kampus ini koq seperti hutan belantara yah?”, yahhh ujarku dalam hati saat memasuki gerbang UNHAS, itupun saya belum sadar kalau sudah melewati gerbangnya sampai akhirnya sepupuku yang menyadarkanku. Kawasannya rindang, saya agak segan juga memasuki kampus itu, mengingat itu adalah salah satu PTN terbesar. Dengan memanjatkan doa dan harapan, saya meniatkan untuk bisa menuntut pendidikan di tempat itu.
Sampai akhirnya tiba juga saat yang dinanti, pelaksanaan SPMB. Saat itu lokasiku di sebuah Sekolah Dasar (SD)... eumm.. maaf pembaca.. saya lupa namanya... Ukuran meja dan kursinya kecil, hanya diperuntukkan untuk anak-anak umur 12 tahun ke bawah.. Lantas... Mengapa mereka menjadikan sekolah ini sebagai salah satu tempat pelaksanaan SPMB. Belum lagi toiletnya yang.... aduhhhh.... dapat kugambarkan... tempatnya itu seperti gua kecil, gelap, penuh sarang laba-laba, dan tak terurus sejak 3 bulan yang lalu. Sepintas dibenakku... “bagaimana adik-adik yang menuntut pendidikan di sini? Apakah mereka sudah terbiasa? Ataukah dipaksa untuk membiasakan diri?”
Dua hari pelaksanaan SPMB kulewati dengan kesulitan menjawab soal karena kursi dan meja yang tidak nyaman... serta penderitaan menahan hasrat ingin pipisku... Bahkan... Karena saya tidak mampu menahan, saya sempat memberanikan diri buang air kecil di toko sebelah SD tersebut, daripada jadi penyakit.. Dengan wajah lugu... (Betulanka kodong, saya pasang memang tong wajah luguku), saya minta izin sama pemilik toko, syukurlah jurusku berhasil, wajah lugu dengan trik beli satu permen... Hehehe...
Yahhh.... Kurang lebih 4 tahun yang lalu, semua itu begitu berat.... saya harus menelan ludah dan menerima kenyataan bahwa hanya bisa lulus di pilihan kedua..... Berat karena, itu semua bukan keinginan kedua orang tuaku..... Namun saat ini, saat dimana saya telah menyelesaikan semua itu, saat dimana saya mulai mendaki gunung yang lain, mulai menyelami samudera yang berbeda.... Saat dimana nantinya semua itu menjadi kebanggaan... Aminn...
8 Juni 2008
22:58 wita
bingung nentuin judul....