papa

Suatu hari, saat pulang kerja…
Saya tidak pernah menyangka, tidak seperti biasanya anak semata wayang saya Anna, menanyakan berapa gaji Ayahnya jika telah bekerja keras, mencari nafkah untuk keluarga selama sebulan…
“ Hmmm…anak yang manis..” Ujarku sambil mengecup pipi kiri kanannya.
“ Coba Anna hitung ya, dalam sehari ayah bekerja selama 10 jama, setiap jam Ayah dibayar 50 ribu rupiah, nah..berapa kira-kira ayah dibayar dalam sehari kerja??”
Dengan cekatan dia mengambil pensil dan kertas dari tas sekolahnya, kemudian menghitung-hitung berapa jumlah gajiku dalam sehari….. “500 ribu Ayaahh” Ujarnya dengan penuh semangat..
“Nah, artinya kamu sudah tahukan berapa jumlah gaji Ayah….” Ujarku sambil tersenyum, kemudian berlalu untuk menyimpan peralatan kerjaku…
Tapi belum beberapa saat, Anna sudah datang menemuiku kembali. “ Ayah….,Anna boleh pinjam uang ayah 15 ribu gak?”
“Untuk apa minjam uang sebanyak itu?, nanti saja, kalau hanya buat beli mainan nanti saja Ayah belikan yah…”
Tapi dia tetap ngotot dan memaksa saya untuk meminjamkan uang 15.000 rupiah untuknya, kondisi saya yang masih letih membuat saya sedikit kesal kepadanya, lalu dengan sedikit tegas kusuruh dia kembali ke kamarnya dan melanjutkan pelajarannya.
Beberapa saat usai saya beres-beres, kutemukan buah hatiku itu menangis sendiri dikamarnya. Dengan setumpuk permainan dan beberapa lembar uang sepuluh ribuan di tangannya. Saya menghampiri dan mengusap air matanya, membujuknya agar tidak menangis lagi dan berjanji akan membelikan mainan yang dia mau jika nanti saya libur kerja. Saya juga menanyakan kepadanya, untuk apa uang sebanyak itu ia simpan. Lalu jawabannya sungguh diluar yang saya perkirakan…….
“Uang ini adalah tabungan Anna, dari siasa uang jajan yang Ayah berikan. Tapi baru terkumpul 35.000, Anna masih butuh 15.000 lagi, supaya bisa mengganti waktu ayah yang dibayar kantor. Agar Ayah mau menemani Anna bermain, biar hanya satu jam saja……”. Ujarnya sambil terisak….
Ya Allah…..sungguh, saya tidak bisa berkata apa-apa, saya memeluknya dengan perasaan haru. Bahwa semua waktu yang saya korbankan bagi pekerjaan dan karir saya, saya selalu berpikir bahwa semuanya pasti untuk buah hati dan keluarga saya, dan mereka tentunya mengerti…tapi ternyata tidak selamanya seperti itu…….
****


Cerita di atas saya peroleh dari ka Budi, salah satu teman di kantorku. Pertama kali saya mendengarnya, saya terharu, teringat papaku yang memang begitu sibuk dengan kerjaannya, sangat sibuk! Saya terus memaksa ka Budi mengirim cerita itu ke e-mailku. Awalnya saya ingin mem-postingnya ditambah dengan cerita kesibukan papa yang memang seabrek-abrek, tapi namanya rencana tinggal rencana.... Saya tidak sangka harus menyandingkan cerita mengharukan itu dengan curahan hatiku tentang orang yang sangat kusayangi dan mengemasnya dengan nuansa kesedihan yang amat dalam.

Hummm... Mungkin bagi kalian para pembaca, saya terlalu mendramatiskan cerita ini, kalian seperti membaca skenario cerita telenovela dimana para pemainnya harus berurai airmata dan saling berpelukan atau saling mengucapkan kata "selamat tinggal". Ahhh... Bagi saya ini lebih dari itu semua, karena kondisi ini harus kulewati.

Disiplin, yap.. kata itu yang bisa menggambarkan seorang Papaku. Aku merasakan semua itu sejak kecil, apalagi posisiku sebagai anak pertama, menjadikanku sebagai tempat dia menggantungkan semua cita-cita dan harapannya sebagai seorang ayah kepada anak. Saya jadi teringat sejak Taman Kanak-kanak, saya harus lebih cerdas dari teman-teman yang lain, lebih mandiri, tidak cengeng, makan harus dengan garpu dan sendok, "makan pake tangan itu kotor!". Mungkin karena itu juga, dia memasukkan saya ke sekolah yang menurutku sangat disiplin.

Memasuki Sekolah Dasar, tiap pulang sekolah, saya makan siang, kemudian menghapal perkalian 1 sampai 10, setiap hari... Sejak kelas 1 SD, buku matematikaku harus tebal, supaya di bagian belakangnya ada soal-soal latihan yang dia buatkan untukku sebanyak 100 nomor per hari, dan harus ku selesaikan dalam waktu setengah jam agar aku bisa menunaikan kewajibanku yang lain, "tidur siang". Soal latihan itu langsung diperiksanya, kemudian kalau ada yang salah, pasti saya harus menerima konsekwensinya berupa hukuman pukulan atau dijemur di teras rumahku di lantai 3. Dia sempat melakukan itu semua, yang dia sebut disiplin, karena kantornya itu berada di lantai 2 rumahku.

Okelah.. Untuk sikap disiplinnya, saya acungi jempol, karena semua hal itu menjadikan saya seperti ini, meskipun tidak sehebat dia, tapi waktu masih panjang dan kesempatan masih ada buatku. Namun seiring waktu, sikap disiplin itu diwarnai dengan sikap-sikapnya yang menurutku aneh dan egois. Maaf para pembaca, saya gak bisa, menyampaikan apa itu, karena sekali lagi, dia adalah papa ku. Dulu.. kami sering berekreasi ke luar kota saat umurku menginjak usia 6 tahun, itu berlangsung selama 7 sampai 9 tahun, rekreasi ke Malino dan beberapa tempat wisata lain, setiap hari Sabtu.. Yahhh sangat menyenangkan.. Tapi itu dulu...

Semakin hari.. dia semakin keras... semakin merasa benar untuk semuanya... semakin merasa tidak ada yang peduli dengan keberadaannya... semakin merasa bahwa kami hanya mengganggunya.. Jangan kalian pikir saya tinggal diam untuk semua itu, saya sudah pernah beberapa kali menyampaikan keluh kesah dan kekhawatiran kami, namun yang ada, dia mendiamiku.. Dia lalu melihatku sebagai musuhnya.. Hahhhh Papa... Dan saat itu yang bisa saya lakukan, masuk di kamarku, duduk di sudut tembok, dan yahhh... menyesali sikap yang kuanggap berani itu, dan bukan salahku kalau saya harus menangis..

Sekarang usiaku sudah 23 tahun, saya selalu berusaha menyikapi hal-hal itu dengan lebih dewasa.. Tapi saya juga manusia biasa, semampu apakah saya bertahan... Mungkin karena dia sibuk, mungkin karena keyakinan kami yang berbeda, mungkin karena dia capek, dan kemungkinan-kemungkinan lain.. dimana saat dia memaki dan membentak untuk alasan yang tidak jelas, kami masih saja dipaksa untuk berpikir.. Ada apa Pa?? Kesalahan apalagi yang kami lakukan??


Ya Allah...
Seandainya....
Kami bisa duduk bersama Papa di sebuah ruangan...
Ruangannya ber-AC, karena kami tau, Papa tidak bisa kalau suasana gerah..
Dindingnya harus berkeramik, karena Papa tidak suka tembok yang kotor dengan tulisan..
Dalam ruangan itu harus ada meja dan kursi...
di atas meja ada makanan kesukaan Papa ataupun cemilan..
karena kami tau, Papa suka ngemil..
Tapi tidak boleh yang gorengan, apalagi kacangmente..
tidak boleh yang manis-manis... harus yang netral, kalau bisa yang direbus..
Minumnya itu air putih saja...
Itu semua.. karena kami Sayang sama Papa...

Kita ngobrol tentang kehidupan di kota yang bersih itu, Manado...
...tentang cita-citamu melihat kami menjadi orang hebat..
"Kalian itu sejak kecil, hidupnya sudah nyaman, jadi kalau bisa sampai tua, harus begitu"
yahh.. bagi kami itu doa Papa
Kita ngobrol tentang celana kain dan kemeja baru yang papa beli untuk dipakai ke kantor..
...tentang kondisi negara ini dan apa konsep yang ingin kau tawarkan kepada para pejabat-pejabat yang hanya tau korupsi itu....
...tentang kluppertart buatan oma yang menurutmu paling enak..
...tentang apa saja yang membuatmu tersenyum... apa saja Pa...

Kami rela membayar berapa pun untuk waktumu bagi kami...

Andaikan kau luangkan waktu untuk bersenda gurau dengan kami, kau akan tau..
...bahwa kau tidak sendiri, bahwa kau punya anak-anak yang setiap nafasnya hanya untuk membanggakanmu... setiap nafas Pa, karena kami tau siapa dan bagaimana dirimu...
...bahwa kau adalah ayah terbaik yang melindungi kami dari ujung rambut sampai ujung kaki...
Dan agar kau juga tau...
... bahwa kami telah dewasa, berikan kami kesempatan untuk memilih...
Namun tenanglah... Pilihan apapun itu tidak ada yang lebih dari dirimu, Pa....

Kami rela membayar dengan uang jajan hasil kumpulan kami, meski itu belum bisa menyamai pendapatan Papa per bulan..
ataukah dengan hasil keringat kami sendiri...
ataukah minta tambahan dari mama...
bahkan kalau bisa dibayar dengan anugerah Allah, hidup kami...
Biarlah Pa....
Asal bisa tertawa sepuas hati bersamamu...
Asal bisa merasakan usapan tanganmu yang besar dan kasar, di kepalaku...
Asal Papa tau... Mata bisa buta, tapi hati kami tidak akan pernah menyangkalmu...
maka tolong... dengar hati kecilmu... bahwa kami anak-anakmu tidak pernah berpaling darimu, kami....
Sayang sama Papa...
karena kau adalah... Papa kami..


1 Juni 2008
23:44 wita
maafkan saya Pa... ini masih sulit kuterima....

1 comment:

Vie said...

ada kawan bijak yang pernah bilang ke saya... "tidak ada orang lain yang bisa memahami diri kita selain kita sendiri"....

banyak hal yang tidak mudah diwujudkan ve, karena kita tidak tau garis kehidupan orang..isi hati..isi kepala..dan apapun itu juga...

keluarga adalah anugerah terbesar buat kita semua, apapun itu ve...harus tetap dijalani...dikunci dalam hati, semoga kamu akan selalu diberi kekuatan di dalam diri....