pagi yang meresahkan

Hahhhhh… Pukul 9:43 wita… Pagi ini meresahkanku… Setelah sebelumnya, bangun agak telat, saya kemudian bersiap-siap ke kantor seperti hari-hari kemarin…. Sambil sarapan, terdengar dialog mama dan adikku Debi mengenai papa, mereka membahas mengenai kondisi papa yang alhamdulillah sudah cukup membaik pasca sakit kemarin, dan mereka membahas beberapa hal menyangkut pembayaran. Debi pun menuju ke ruangan kantor papa sembari saya menyelesaikan sarapanku… Selang beberapa menit adikku Debi keluar ruangan dan datang ke mama, “Ma… Papa panggilki… Kayaknya dia marah-marah lagi”, kata adikku.

Sekejap pula sarapanku terasa hambar, tenggorokanku seperti tercekat, seperti ada yang menyumbat, lama kelamaan semakin berat saja santapanku itu kutelan.. Jantung ini berdegup lebih kencang dan perutku terasa mules, kalo yang ini gejala yang sering saya alami saat saya mendapati papa seperti itu. Ingin sekali saya berpura-pura tidak ingin tahu dengan kemurkaannya akan beberapa hal, tapi saya tidak bisa… tidak bisa..

Padahal saya sempat iba dengan kondisinya kemarin.. Dia lemah tak berdaya seharian di pembaringannya, hanya mama yang dia inginkan berada di sampingnya, namun kami anak-anaknya tak henti menanyakan keadaannya. Sesekali aku mengeluh pada sahabat-sahabatku mengenai kondisi papa kemarin, sedih… namun saya berusaha menyimpan rapat-rapat agar tidak menjelma menjadi wajah yang murung ataupun air mata. Lebih baik menampakkan diriku yang kuat agar semua hawa negatif itu pergi seketika... Agar saya tidak perlu menjadi yang 'bukan diriku'...

Saya menuju kantor bersama adikku Debi, kami bercerita tentang papa… Tentang sikapnya yang meresahkan.... Tentang apa yang sedang dia bicarakan dengan mama dengan keningnya yang berkerut melengkapi kusut wajahnya ditambah suara yang menggelegar, kami melihat itu saat pamit. Tentang masih atau tidaknya dia memikirkan masa depan adikku Debi… Bahwa bagaimana saya harus bersikap sebagai anak sulung dalam keluarga, teman cerita terdekat mama dan adik-adikku, seorang yang harus mampu mengambil keputusan dan bersikap… Ahhh… Saya hanya berharap cepat tiba di kantor kemudian melaksanakan tugasku, dan berpura-pura dalam keadaan sangat baik….

Pagi ini… Papa kembali berulah, mengajak kami “berhitung” (itu adalah istilahku, special buat papa), apa yang harus kami lakukan untuk mengatasi kemurkaannya? Kira-kira ada apa dengan dia pagi ini? Kalo kami bersikap begini dan begitu, dia masih marah gak yah? Ini? Itu? Sekarang? Besok? Senyum? Murung? Ahhhhh… Benar-benar “berhitung”… Berhitung dengan perasaannya dan kami yang harus menyesuaikan diri.. Parahnya... dia tidak tau itu... Dia tidak tau kalo kami melakukan semua itu karena kami sangat menyayanginya... Hummm...Dia adalah ayah bagi kami, kepala keluarga yang memimpin kami, yang mencari nafkah bagi kami… Namun…. Dia juga yang menjadi ujian bagi kami sekeluarga…

20 Agustus 2008
10:47 wita

Maaf Pa.. Hingga hari ini, saya belum mampu berdamai denganmu.. Ini lebih sulit dari 100 nomor perhitungan yang selalu kau ajarkan dulu... Tapi aku selalu menyayangimu...

2 comments:

Anonymous said...

assalamualaikum ya uhti pecinta rumah idaman....subhanallah...saya salut melihat kecintaanmu terhadap papamu seperti kecintaan saya terhadap islam...seandainya mapolda merto jaya memberi kebebasan pada saya, saya akan menemui adikmu...hal..lah...ndak nyambung

senida aditya said...

asslm.. halo ve... duhhh.. km yang sabar ya... terkadang aku juga sering mengaloami hal seperti itu. tapi aku salut sama km bisa mempertahankan rasa sayang kamu sama papa.. jangan sedih ya.. walau bagaimanapun ia adalah orang tua kamu.. smile..