eee.. anu.. nakke Daeng Tika

Hahaha… Upppsss.. Yap.. Salah satu kontributor… Namanya Rahman Dg. Tika.. Akrabnya disapa Daeng Tika, tapi anak-anak kontributor sering iseng panggil dia ka' Rahman atau ka' Ammang.. Atau bahkan RATIH, akronim dari nama lengkapnya itu.. Kalo dari wajahnya sih, saya taksir usianya sekitar 40 hingga 45 tahun.. Ternyata… Dia baru berusia 39 tahun… Ya ampunnn dasar Ve… Soalnya potongannya itu layaknya bapak-bapak yang nyaris punya cucu..

Kelihatannya dia tipikal yang sabar banget… Makanya saya bilang dia kelihatan tuir alias tua dari usianya, karena sabaaaaaarrr banget.. Hehehe… Tapi.. Itu hanya sebagian kecil dari seorang Daeng Tika… Selebihnya, dia selalu menyisakan cerita lucu tanpa disengaja… Itu karena sifat dan tingkah lakunya… Orangnya sopan, acap kali nunduk dan senyum bila menyapa kami, khususnya karyawan biro… Saya saja dia panggil "mba", kadang juga "bu".. Duhhh seolah-olah saya ini wanita dewasa yang udah married… Hihihi..

Menurutku yang lucu dari dia itu adalah ke-lugu-annya (itu sebutanku, gak tau kalo kalian).. Dialeknya makassar-nya yang khas dan sering diikuti dengan, "eeeee… anu… begini.. eeeee…." Hahahaha… Ini yang buat ka Budi dan ka Abo stress kalo lagi olah naskahnya Daeng Tika.. Uppppsss… Saya juga pernah rasa lho, dikerjain ma ka Budi dan ka Abo, capek pulang liputan, bikin naskah, saya malah ditambahin satu tugas buat bikinin naskahnya Daeng Tika, ampuuunnn dehhh… Biar dibentak ato suara dikerasin, dia sabar aja dan tetap setia memasang wajahnya yang udah bengkok karena memaksa otaknya berpikir... Sebelll, tapi lucuuuu…

Dia kadang sulit menangkap apa yang disampaikan oleh kami apabila kami menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, apalagi kalo pake bahasa gaul, wahhh… wahhh.. kalian bisa mendapati wajah bloonnya yang gak ngerti apa yang kalian omongin.. Belum lagi okkotz-nya (itu sebutan kami di Makassar).. Dia sering salah sebut kata, misalnya nih.. kata "pupuk" dia sebut "puput", nah selain itu, kata "cek" dia sebut "cet", maknanya bisa berubah kan? Kayaknya semboyan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, gak berlaku bagi dia…

Satu yang saya salut dari dia, dengan usia yang terbilang paling tua di kantor, dia masih bisa gabung dengan anak-anak kontributor yang masih muda dan enerjik, bahkan dia rela begadang berjam-jam untuk waktu piket yang telah ditetapkan oleh kabiro kami, yah meskipun kadang tumbang juga… Tapi setidaknya dia tidak memperhitungkan usianya.. Usia seperti itu kadang dihabiskan seseorang untuk menghabiskan waktu dengan pekerjaan pasti, sesuai bakat dan minatnya... Yahhh... kata beberapa teman, dia punya usaha lain yang lebih menjanjikan hidupnya, meski begitu... dia tetap keukeuh menggeluti profesi jurnalis ini sambil menjalankan usahanya.

Dia juga termasuk orang yang rajin menjalankan shalat lima waktunya, saking rajinnya.. anak-anak kontri yang dapat jadwal piket sampe subuh untuk standby pantau berita kontributor wilayah Indonesia Timur di Kabar Pagi, memanfaatkan Daeng Tika. Mereka enak-enakan tidur sampe lewat program Kabar Pagi, udah gitu tinggal telpon Daeng Tika buat nanya, beritanya siapa yang tayang dari wilayah Indonesia Timur di Kabar Pagi, karena pasti Daeng Tika nonton. Kemudian tinggal ditandai di tabel rekap.. Dassaarrrr… Gimana ka Abo dan ka Budi gak naik pitam… Hahaha…

Hmmm… Semangat meliputnya juga selalu ada… Walaupun dia bukan jurnalis yang baik apalagi hebat. Saya masih ingat waktu musim Ujian Nasional anak SMA, dia tiba-tiba datang ke kantor dan grasak-grusuk, seolah-olah dia membawa liputan eksklusif dan hebat.. Ternyata liputannya mengenai salah satu lokasi Ujian Nasional yang tidak dijaga ketat di kabupaten Takalar, sampe.. sampe.. ada seekor ayam masuk ke dalam ruangan kelas.. Hehehe… Dia tetap semangat aja, meski ka Takbir udah ketawa terbahak-bahak..

Nyaris seminggu ini, dia sedang diuber-uber producer karena liputan ricuhnya di kabupaten Takalar, mengenai sengketa lahan antara petani Tebu dengan PT. Perkebunan Nusantara XIV. Ricuhnya besar-besaran, para petani bahkan membakar sebagian lahan perkebunan tebu tersebut, sekitar 6000 Ha, dan ini mengakibatkan PTPN XIV rugi milyaran rupiah.. Tiap hari ada penugasan up-date berita tersebut dari producer, korda, dan korlip yaitu ka Abo dan ka Budi..

Hahhh… Seandainya kalian bisa melihat ekspresi ka Abo dan ka Budi, sepert darahnya tuhhh sudah ada diubun-ubun, dikit lagi meledak deh kayak gunung Soputan di Minahasa Selatan.. Agar beritanya cepat tayang, korlip di biro tuh inisiatif buatkan naskah sementara Daeng Tika on the way ke kantor, tujuannya agar lebih efisien dan cepat. Tapi jadinya malah runyam, suara korlip tiba-tiba jadi menggelegar, ekspresi wajah yang ekstrim, kelihatannya sih gemas banget sama Daeng Tika. Belum lagi telpon yang putus-nyambung, terus bahasanya Daeng Tika yang sulit dicerna dengan “eeeee… anu… begini… eeee… begitu…” Malah lebih lancar kalo pake bahasa Makassar, dia lebih ngerti.. Like what I’ve said.. Bahasa Indonesia bukan bahasa persatuan bagi dia.

Anyway… Apapun mengenai dia… Bagi saya.. Dia tetap Daeng Tika, yang lucu… Dia cukup menghibur teman-teman yang udah sumpek dan jenuh dengan kondisi kantor, belum lagi analisa dan koordinasi liputan yang kadang merepotkan… Dan… Daeng Tika selalu datang membawa liputan menarik serta naskah yang lucu plus... okkotz bo'.. “Well… Daeng Tika… Semangat aja.. Kita masih sama-sama belajar, Ve juga koq…”

10 Oktober 2008
22:06 wita
Maaf yahhh... Daeng Tika.. Supaya selalu diingat.. Hihihi..

2 comments:

Anonymous said...

yo wes... salam ya buat daeng tikanya ya ka' wassalamualaikum...

Ve Miranty said...

siiippp... nanti saya sampaikan salamnya.. eh... tapi kayaknya saya harus menyusun kalimatnya dalam bahasa Makassar dulu dehhh... Hehehehe...

orangnya baik lho Hir... kali-kali aja kamu mau jadi anak angkatnya.. (hihihi.. becanda Hir.. serius juga boleh..)